sejarah ketatanegaraan indonesia
- Perubahan Sistem Pemerintahan Negara
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia mengesahkan Konstitusi pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negra Indonesia dikenal naskah yang singkat dan supel
yang memuat hal-hal yang pokok saja sedangkan didalam melaksanakan aturan yang
pokok tersebut diserahkan kepada Undang-Undang yang lebih rendah. Sejak pertama
kali kita menyatakan bernegara republik Indonesia, kita sudah memulai dengan
tidak melaksanakan pasal-pasal dari UUD. Pasal-pasal yang kita gunakan ialah
pasal peralihan. Menurut UUD 1945, Pemerintahan Republik Indonesia di pimpin
oleh presiden dan di Bantu oleh seorang Wakil Presiden (pasal 4 ayat (1) dan
ayat (2)). Residen kecuali sebagai kepala Negara ia juga sebagai kepala
Pemerintahan.
Sistem pemerintahan kita ialah Presidensil, dalam arti kepala
Pemerintahan ialah Presiden, dan di pihak lain ia tidak bertanggung jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat, artinya kedudukan Presiden tidak bergantung kepada
Dewan Perwakilan Rakyat (Alinea Kedua Angka V, Penjelasan tentang UUD 1945).
Presiden dibantu oleh Wakil Presiden dan juga menteti-menteri yang
diangkat dan di berhentikan oleh Presiden (pasal 17 ayat (1), (2), dan (3).
Menteri-menteri tidak bertanggung jawab dan tergantung kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, akan tetapi tergantung kepada Prsiden (angka V Penjelasan UUD 1945).
Meskipun Wakil Presiden dan Menteri-menteri sama-sama berkedudukan sebaga
presiden, akan tetapi sifatnya berbeda, yaitu; Pertama, Wakil Presiden
diangkat oleh MPR, sedangkan Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Kedua,
Wakil Presiden bukan pembantu Kepala Pemerintahan, tetapi merupakan pembantu Kepala
Negara. Menteri-menteri adalah pembantu Kepala Pemerintahan (pasal 17 (3).
Ketiga, apabila Presiden berhalangan Wakil Presiden dapat menggantikan
Presiden, Menteri tidak biasa menggantikan presiden kecuali apabila dalam waktu
yang sama Wakil Presiden juga berhalangan (pasal 8 UUD 1945).
Meskipun tidak bertanggung jawab terhadap DPR akan tetapi kekuasaan
Presiden tidaklah tidak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara
Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukan Dewan Perweakilan Rakyat ialah kuat tidak
bisa dibubarkan oleh Presiden. Menteri-menteri hanya menjalankan pouvoir
executf (kekuasaan pemerintahan) dalam praktiknya.
Sebagai pemimpim departemen menteri mengetahui seluk beluk hal mengenai
lingkungan pekerjaanya. Menteri mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan
politik Negara melalui departemennya.
Pada masa awal pemerintahan, kekeuasaan Presiden dalam menjalankan
kekuasaanya bukan hanya sekadar berdasrkan pasal 4, 5, 10, 11, 12, 13, 14, dan
15 UUD 1945, tetapi juga berdasrkan pasal IV aturan peralihan yang berbunyi “
sebelum Majelis PermusyawaratanRakyat, Dewan Permusyawaratan Rakyat dan Dewan
Pertimbangan agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala
kekuasaannya dijalankan oleh presiden di Bantu oleh KOmite Nasional”. Presiden juga
mempunya tugas-tugas sebagai berikut.
Majelis Perusyawaratan Rakyat
- Menetapkan Undang-Undang Dasar (Pasal 3)
- Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (Pasal 3)
- Mengubah Undang-Undang Dasar (Pasal 37)
- Memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 ayat (2))mengangkat sumpah Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 9)
- Pelaksana kedaulatan Rakyat (Pasal 1 ayat (2))
Dewan Perwakilan Rakyat
- Memajukan Rancangan Undang-Undang (Pasal 1 ayat (2))
- Mengesahkan Anggaran Keuangan Pemerintah (Pasal 23 ayat (1))
Dewan Pertimbanag Agung
- Memeberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada Pemerintah (Pasal 6 ayat (1) dan (2)).
Berdasarkan ketentuan ayat IV Aturan Peralihan tersebut, Presiden memilki
kekuasaaan yang besar, Presiden memegang kekuasaan Pemerintah dalam arti yang
luas. Dalam melaksanakan tugasnya Presiden hanya dibantu oleh sebuah Komite
Nasional. Akibatnya Presiden dengan sah dapat bertidak dictator karena bantuan
Komite Nasional sama sekali tidak bisa dianggap merupakan pengekangan terhadap
kekuasaanya.
Kekuasaan luar biasa Presiden menurut UUD 1945 akan berlangsung sampai
terbentuknya MPR, DPR, dan DPA. Selam lembaga tersebut terbentuk, kekuasaan
Presiden adalah mutlak.
Pada 29 Agustus 1945 PPKI telah dibubarkan oleh pesiden dan sebagai
gantinya dibentuk Komisi Nasional Pusat (KNIP). Badan ini walupun keberadaannya
mutlak menurut Aturan Peralihan pasal IV akan , tugasnya hanya sekedar pembantu
Presiden dalm bidang yang dikehendaki.
Perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa semenjak di ciptakan
perkembangan UUD 1945 telah mengalami perkembangan yang amat pesat.dua bulan
dalam masa perjalanan UUD 1945, terjadi perubahan praktik ketatanegaraan,
khususnya perubahan tehadap Aturan Peralihan Pasal IV, dengandikeluarkannya
Maklumat Wakil Presiden Nomor X, yang menetapkan sebagai berikut:
“Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan
Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan Legislatif dan ikut
serta menentukan garis-garis besar daripada haluan Negara”
“bahwa pekerjaan Komitr Nasional Pusat sehari-hari
berhubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang
dipilihantara mereka serta bertanggung jawb kepada Komite Nasional Pusat”.
Apabila kita lihat dari ketentuan-ketentuan diatas,
terdapat tiga hal yang penting, yaitu:
Komite Nasional Pusat menjadi lembaga legislative.
Komite Nasional Pusat ikut menetapkan garis-garis
besar haluan Negara.
Ia membetuk Badan Pekerja yang akan bertanggung jawab
kepada Komit Nasional Pusat.
Tugas legislatif
yang diserahkan kepada Komite Nasional yang dimaksud, hanyalah dalam bidang
pembuatan undang-undang, baik pasif maupun aktif. Tidak termasuk didalamnya hak
mengontrol dan mengawasi pemerintah. Tugas itu langsung ada pada Presiden
sendiri, sesuai dengan Pasal IV Aturan Peralihan.
Berdasarkan
semua itu, menurut Tolchah Mansoer, sebenarnya dengan Maklumat No.X belumlah
terjadi sesuatu yang fundamental dalam hubungan ketatanegaraan sebab
langkah-langkah itu diambil masih dalam batas-batas Pasal IV Aturan Peralihan.
Tentang bidang legislative, kalau tadinya Presiden mengerjakan nya dengan
bantuan Komite Nasional, sekarang tugas itu oleh Presiden hendak diserahkan
kepada Komite Nasional, artinya peranan bantuan itu didalam bidang legislative
hendak diperbesar.
Kekuasaan
Presiden, menuut A.K. Pringgodigdo, dikatakan dictatorial. Dengan adanya
maklumat tersebut Presiden yang tadinya memiliki kekuasaan mutlak maka harus
dibagi dengan komite nasional pada tnggal 16 oktober 1945.
Untuk
menghindari kesalah pahaman terhadap status dan fungsi Badan Pekerja KNIP
tersebut, pada 20 Oktober 1945 dikeluarkanlah penjelasan dri Badan Pekerja,
yang menyatakan sebagai berikut.
1. Turut
menetapkan garis-garis besar haluan Negara
Ini be arti
bahwa Badan Pekerja bersama-sama dengan Presiden menetapkan garis-garis besar
haluan negara. Badan Pekerja tidak berhak campur dalam kebijaksanaan (dagelijks
beleid) pemerintah sehari-hari. Ini tetap ditangan Presiden semata-mata.
2. Menetapkan
bersama-sama dengan Presiden undang-undang yang boleh mengenai segala macam
urusan pemerintah…”
Perubahan kedua
yang terjadi dalam penyelenggaraan Negara ialah dengan dikeluarkannya Maklumat
Pemerintah tanggal 14 November 1946. Maklumat Pemeritah ini, sebenarnya adalah
suatu tindakan yang maksudnya akan mengadakan pembaruan terhadap susunan
cabinet yang ada. Dengan Maklumat ini, diumumkanlah nama-nama dari
mentri-mentri dalam susunan kabinet yang baru.
Semula cabinet
ialah dibawah pimpinan Presiden akan tetapi stelah terbitnya maklumat tersebut
kemudian menjadi dewan yang diketuai oleh perdanamentri yang dipimpin oleh
Sutan Syahrir.
Dalam hal yang
terpenting menurut Joeniarto, di Indonesia telah terjadi konstelasi
ketatanegaraan. Jika semula UUD menganut sisim presidensil dengan maklumat
tersebut prinsip pertanggung jawaban mentri dengan resmi diakui. Terjadi
pergeseran kekuasaan eksekutif yang semula mentri bertanggungjawab kepada
presiden sekarang terhadap perdana mentri.
Dengan
dikeluarkannya maklumat pemerintah tersebut bergeserlah kekuasaan presiden dan
mengubah sistim ketatanegaraan yang tadinya presidensil menjadi parlementer.
Perlu dikaji apa dasar hokum kedua maklumat tersebut.
Mengenai
perkembangan konstitusi tersebut menurut K.C. Wheare: “Many important changes
in the working of a constitution occur without any alteration in the rules of
custom and convention.” Dalam hubungan dengan UUD 1945 prnyataan ini adalah
benar. Perubahan yang radikal telah terjadi tanpa suatu amandemen pada teks
dari UUD sendiri.
Terhadap
perkembangan ketatanegaraan Indonsia setelah lahirnya Maklumat Wakil Presiden
No. X, sebenarnya belumlah terjadi perubahan yang fundamental karena maklumat
itu hanya penegasan terhadap pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Hal ini
sebenarnya tidak diatur didalam UUD 1945. Jadi, sebenarnya pertanggungjawaban
Menti Negara kepada perdana mentri merupakan penyimpangan terhadap UUD 1945
(Pasal 17 ). Hal ini seharisnya tidak dapat terjadi tanpa melakukan perubahan
terlebih dahulu terhadap Pasal 17 UUD 1945.
Sampai saat ini
terjadi perdebatan dikalangan akademisi entang dasar hokum maklumat tersebut.
Diantaranya, Ismail Suny berpendapat bahwa dasar hukumMaklumat tersebut adalah
kebiasaan atau “convention”. Dengan cara kebiasaan politik itu maka pengaturan
tanggungjawab mentri dapat pula ditimbulkan dinegri kita. Lebih lanjut suny
mengatakan sebagai berikut.
“Apabila
convention itu terjadi, tentulah bentuk dan cara kerja tanggungjawab mentri itu
akan bersifat sementara. Jadi, sebenarnya segala sifat sementara itu baru dapat
hilang kalau DPR dan MPR telah dibentuk oleh seluruh rakyat Indonesia dengan
pemilihan umum.”Maka dari itu, segala perubahan pada masa sekarang yang
bermaksud menyempurnbakan susunan Negara Republik Indonesia walaupun
kelihatannya bertentnggan dengan UUD pantas kita sambut dengan tenang hati.
Sementara Assat
mempertahankan bahwa, perbuatan Badn Pekerja itu dibenarkan Oleh Komite
Nasional Pusat pada sidang III dengan persetujuan Presiden maka kekeuatannya
sama dengan Undang-Undang.
Tetapi
pertanyaan tersebut mnimbulkan keganjilan karena pada saat itu kita telah
memilik UUD, mengapa persetujuan tersebut tidak di atur dalaam perundangan
sebgaiman telah diamanatkan oleh UUD 1945. Istilah maklumat selain tidak
dikkenal dalam UUD 1945 serta kedudukannya tidak jelas apakah lebih tinggi dari
UUd atau lebih rendah. Jika lebih rendah ia tidak bias menagtur muatan materi
yang terdapat dalam UUD dan mengubahnya dan jika lebih tinggi, tidak mungkin
karena perundang-undangan terttinggi pada waktu itu ialah UUD 1945.
M. Yamin
berpendapat bahwa kementerian yang bertanggunga jawab tidak sesuai dengan UUD
1945 bahkan berlawanan dengan pasal 17 UUD 1945. A.K Pringgidigdo mengomentari
Assat bahwa ketentuan tersebut tidak benar dengan mendasar pada convention
sebagai aturan abru yang sengaja diadakan. Sementara UUD telah mengatur
cara-cara penbuatan Undang-Undang melalui ketentuyan pasal 37. jika memang hal
tersebut tidak diatur maka convention dapat dibenarkan, tetapi kalau ada dalam
UUD maka hal itu menyalahi aturan. Jika hal ini dibiarkan maka UUD hanya
dianggap sekadar pelengkap, bias di kesampingkan dengan aturan lain.. perubahan
sesungguhnya harus dilakukan oleh MPR sebagaiman telah digariskan UUD.
Sesungguhnya
dengan lahirnya Maklumat tesebut telah terjadi perubahan terhadap pasal 17 UUD
1945, tanpa melalui prosedur perubahan menurut pasal 37 UUD 1945.perubahan
tersebut tidak diatur dalam UUD akan tetapi dengan jalan istimewa seperti
revolusi, coup d’etat, convention dan sebagainya. Hal ini dalikukan karena pada
saat itu keadaan dalam kondisi darurat. Artinya, lembaa yang seharusnya
dibentuk belun ada.
Dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia ada empat macam Undang-Undang yang pernah berlaku,
yaitu: (1).UUD 1945, yang berlaku antar 17 Agustus 1945-27 Desember 1939; (2)
Konstitusi Republik Indonesia Serikat; (3) UUDS 1950, yang berlaku pada 17
Agustus 1950-5 Juli 1959; (4) UUD 1945, yang berlaku setelah adanya Dekrit
Presiden 5 Juli.
Dalam keempat
periode tersebut, UUD 1945 berlaku selama dua kali. Pertama diundangkan dalan
Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7. kedua, melalui dekrit Presiden 5 Juli
1945. Perkembangan ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi dengan UUD dan
Pancasila sebagai Falsafah Negara tidak berjalan dengan mulus karena Beland
selalu ingin menancapkan kembali kekuasaannya.
Berbagai
pengalaman pahit telah dialami bagngsa Indonesia, Belanda terus mencecar dengan
memaksakan agar mengatakan kepada dunia bahwa Indonesia telah runtuh,
kedaulatan telah hancur. Mereka juga secara terus menerus membuat “Negara” di
tubur RI yang diakui secara defacto dngan persetujuan Linggarjati.
Pada tanggal 2
November 1949 diadakan Konferensi Meja Bundar kemudian dilakukan pengesahan pda
tanggal 27 Desember 1949 tentang penyerahan kedaulatan terhadap Indonesia.
Dalam KMB terdapat tiga kesepakatan yaitu:
Mendirikan
Republik Indonesia Serikat
Penyerahan
Kedaulatan kepada RIS yang berisi tiga hal, yaitu; (a)piagam penyerahan
kedaulatan dari kerajaan Belanda kepada pemerintah RIS; (b) Status uni; (c)
persetujuan perpindahan;
mendirikan uni
antar Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar